Sesuaikan Anggaran Anda

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Melihat film Dilan yang sukses besar mencapai 5 juta penonton hingga tulisan ini dibuat tentu kami sangat terpancing untuk ikut memberi ucap...

Melihat Gairah Perfilman Indonesia, Apakah Bisa Mencapai 50 Juta Penonton Tahun 2018?


Melihat film Dilan yang sukses besar mencapai 5 juta penonton hingga tulisan ini dibuat tentu kami sangat terpancing untuk ikut memberi ucapan selamat lewat halaman ini. Kebahagiaan ini perlu dirayakan. Dan untuk itu kami membawa postingan yang menarik dari beritagar.id yang banyak mengulas gairah perfilman Indonesia seperti judulnya.

Selamat buat film Dilan meski kami belum menontonnya. Dalam artikel beritagar yang dipublish 9 februari ini, ada semacam harapan yang ingin dicapai untuk jumlah penonton tahun ini, apakah bisa mencapai 50 juta penonton?

Bisa saja, mengingat tahun 2017 saja, yang menghadirkan 116 film, berhasil mendapatkan jumlah penonton sebanyak 42.631.255 penonton. 

Berdasarkan jumlah data penonton yang dilansir dari Cinema 21 oleh beritagar, yang merupakan pemilik layar terbanyak di negeri ini, dapat diketahui bagaimana perkembangannya sebagai berikut :
  • 2009 (28,6 juta penonton dari 92 film)
  • 2010 (16,8 juta penonton - 75 film)
  • 2011 (16,2 juta penonton - 80 film)
  • 2012 (18,9 juta penonton - 87 film)
  • 2013 (15 juta penonton - 105 film)
  • 2014 (16,3 juta penonton - 113 film)
  • 2015 (16,2 juta penonton - 116 judul).
  • 2016 (34,5 juta penonton - )
  • 2017 (42.631.255 penonton - 116 judul)

Tahun 2016 sebagai titik balik

Jumlah penonton di tahun 2016 (lihat data) merupakan titik balik wajah bioskop kembali ramai penonton. Kejamnya Cinema 21 yang kami pikir yang beberapa kali tidak membawa beberapa judul film masuk ke bioskop Semarang, rupanya memiliki alasan sendiri.

Semenjak 2016, Cinema 21 membentuk tim internal yang bertugas menyeleksi kelayakan, terutama dari segi teknis, film yang meminta jadwal tayang. Maka kami mulai paham sekarang, mengapa ada film yang tidak tayang.

Akibat salah satu kebijakan tersebut, tahun 2017 jumlah penonton bisa lebih baik alias lebih banyak dari tahun 2016. Tentu semua hal yang dilakukan adalah untuk memberikan kualitas yang terbaik buat  perfilman tanah air.

Jika penonton terlalu sering dikecewakan dengan sajian tak bermutu, kepercayaan mereka terhadap film Indonesia bisa kembali hilang. Imbasnya tentu saja ekshibitor, seperti halnya sineas, juga ikut menanggung rugi.

Film bagaimanapun juga butuh penonton, mengingat sukses komersial sebuah film ditentukan oleh jumlah keterjualan tiketnya di bioskop untuk menutupi biaya produksi dan promosi.

Selama tahun 2017, ada 6 perusahaan produksi film yang sangat berkontibusi menghadirkan film-film berkualitas. 

Mereka adalah Rapi Films (eksis sejak 1968), Soraya Intercine (1982), Starvision (1995), MD Pictures (2003), Falcon (2010), dan Screenplay (2015).

Gabungan 31 film yang mereka rilis sendiri maupun kongsi dengan perusahaan lain menghasilkan 34.940.082 penonton. Artinya mereka menyumbang sekitar 80% dari jumlah penonton film Indonesia tahun lalu.

Kepercayaan penonton mulai membaik

Kepercayaan penonton terhadap film Indonesia juga tak kalah penting. Faktor ini yang membuat pencapaian 2016 berhasil melampaui kesuksesan pada 2008 dari segi jumlah penonton. 

Dan menumbuhkan kepercayaan penonton jelas lebih sulit ketimbang menambah layar atau membangun gedung bioskop baru.

Sutradara Pengabdi Setan itu melihat industri film Indonesia mengalami pencapaian signifikan sepanjang tahun lalu. Dari segi bisnis jumlah penonton di bioskop meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Sementara dari segi estetis dan teknis juga mengalami kemajuan. Kondisi ini tidak hanya terjadi pada film-film panjang yang mengikuti festival film di mancanegara, tapi juga film-film mainstream yang ditujukan untuk mengisi selot tayang di jaringan bioskop komersial.

Misalnya Pengabdi Setan yang meraup lebih dari 4,2 juta penonton. Dalam acara Festival Film Indonesia 2017, film itu turut membawa pulang tujuh Piala Citra yang menandakan pencapaian kualitasnya.

Stigma film festival

Film Marlina yang berangkat dari film festival setelah dirilis di bioskop berhasil mendapatkan jumlah penonton diluar perkiraan, yaitu 154.596 penonton. 

Setuju atau tidak, kehadiran Marlina seolah memutus tabu bahwa film "festival" tidak mampu mendulang lebih dari 100 ribu penonton saat tayang di bioskop.

Pencapaian Marlina dari segi jumlah penonton menumbuhkan asa bahwa apresiasi masyarakat film Indonesia semakin meningkat. 

Apresiasi selain bisa ditumbuhkan melalui literasi, diskusi, dan kritik film, juga bisa dilakukan dengan menyuguhkan film-film yang merangsang nalar penonton.

Joko Anwar berharap kinerja para filmmaker pada tahun-tahun mendatang terus meningkat. "Agar tidak merusak kepercayaan penonton film Indonesia yang sudah sangat besar ini".

Film horor yang laris manis

Keberhasilan jumlah penonton yang meningkat tahun lalu juga tak lepas dari genre film horor yang semakin diminati. 

Ada lima film horor alias mayoritas bertengger di dasa film Indonesia terlaris sepanjang 2017 dengan kumulatif 12.001.952 penonton. Bahkan Pengabdi Setan produksi Rapi Films yang mencedok 4.206.103 penonton menjadi film terlaris 2017.

Jika ditarik lebih lebar, sebanyak 25 judul film horor yang tayang di jaringan bioskop berhasil meraup 14.774.740 penonton. Belum pernah sebelumnya mayoritas penghuni tangga film laris berisi film genre horor.

Titimangsa 2016, enam dari 10 berisi film terlaris berisi balutan komedi. Tiada satu pun film horor bertengger dalam daftar. Paling mentok hanya ada The Doll yang mendapatkan 550.252 penonton dan menempati peringkat ke-15.

Sementara dari persebaran genre, drama membawa 72 film, disusul horor (18), aksi/laga (16), komedi (13), serta petualangan, animasi, dan thriller yang masing-masing menyumbang satu film.

Pertumbuhan signifikan penonton film-film horor Indonesia tentu tak lepas dari usaha para sineas. Sekuat tenaga mereka mengembalikan maruah film pembangkit rasa seram itu kepada masyarakat penonton film Indonesia.

Selama hampir satu dekade, pecinta horor apriori karena melulu disuguhkan film-film yang justru memunculkan rasa muak dan jengah alih-alih takut karena kerap dieksekusi asal-asalan.

Mencuatnya reputasi film horor pada sisi lain memunculkan kekhawatiran. Sudah bukan rahasia lagi bahwa dalam praktiknya, industri perfilman --di mana saja-- kerap berlomba mendekati ladang yang penuh "madu".

Joko Anwar mendapat informasi bahwa periode 2018 ada sekitar 65 judul film horor yang mengantre tayang di jaringan bioskop.

Hingga Februari 2018, enam film horor langsung menyerbu layar bioskop lewat Ghost, Rumah Belanda, Arumi, Syirik, Pai Kau, dan Bayi Gaib: Bayi Tumbal Bayi Mati.

Bandingkan dengan periode serupa tahun sebelumnya yang hanya menayangkan The Promise dan Gunung Kawi.

..

Halaman ini diambil dari situs beritagar.id yang link aslinya bisa dilihat di sini. Ulasan di sana lebih panjang dan lebih jelas. 

Kami membawa artikel yang ditulis Andi Baso Djaya ini ke blog dotsemarang hanya sebagai tambahan artikel film Indonesia yang sudah ada, dan juga sebagai pelengkap. Oh ya, artikelnya sangat bagus buat kami yang kekurangan sumber data seperti ini.

Tiap hari kamis, kami ingin mengabarkan hal baik dan menarik tentang film Indonesia. Terutama gairahnya di Semarang. 

Tentang 50 juta penonton tahun ini, pendapat kami sendiri tentu berharap dapat terwujud. Kerja keras semua pihak merupakan kunci untuk keberhasilan ini nantinya di akhir tahun. 

*Kami mohon maaf dan dimaklumi, bila ada banyak artikel copas yang dibawa ke sini. Terima kasih.
**Tentang cover blog, itu adalah baliho film London Love Story 3 yang ada di Mal Ciputra Semarang.

Artikel terkait :
Informasi Kerjasama
Hubungi lewat email dotsemarang@gmail.com
Atau klik DI SINI untuk detail lebih lengkap

0 coment�rios: